10 Mei 2011

"Hantu Kata", Kumpulan Puisi Ook Nugroho

Tak begitu mudah perjalanan yang musti ditempuh Hantu Kata guna merebut “hak” atas hari kelahirannya. Tapi kita tahu itu adalah hal yang biasa dialami hampir semua buku puisi di negeri ini, bukan? Dimusuhi penerbit, sepertinya, adalah bagian dari “takdir” yang musti dijalani puisi Indonesia. Jadi pengalaman Hantu Kata memang tidak luar biasa.

Pada awalnya kitab ini direncanakan berjudul Kotak Waktu, berisi 100 puisi, hasil seleksi dari periode penulisan 1980 sampai 2007. Sejumlah penerbit yang saya tawari menolak naskah ini. Mulanya, tentu saja saya “marah” pada penolakan beruntun itu. Lalu saya pun ngambek. Naskah itu saya “telantarkan” begitu saja, sampai setahun lebih.

Baru pada 2009 saya mulai menyentuhnya lagi, menyeleksi ulang materi Kotak Waktu. Banyak puisi yang kemudian saya coret, dan banyak juga puisi baru yang masuk menggantikan. Akhirnya terkumpul 89 puisi, dan judul naskahnya saya ganti menjadi Lelaki Kopi Puisi.

Naskah hasil revisi ini saya cobakan lagi ke penerbit, namun tetap tak ada yang menggubris. Hanya ada sebuah penerbit di Yogya menawari kerja sama:  mereka bersedia menerbitkan naskah itu dan menangani pemasaran bukunya tapi biaya produksi menjadi tanggungan saya. Biayanya sebetulnya tak mahal-mahal amat, tapi saya teramat “miskinnya” sehingga tawaran kerja sama itu pun terpaksa saya tampik.

Dalam keadaan seperti itulah saya teringat seorang konco lama, Soni Farid Maulana. Ia menyarankan saya mengirimkan naskah buku itu ke Ready Susanto. Beliau adalah redaktur penerbit Kiblat Buku Utama di Bandung, yang salah satu pemiliknya adalah sastawan kondang Ayip Rosidi.

Nasehat itu saya turuti, dan begitulah naskah itu akhirnya memang disetujui mereka untuk diterbitkan pada 2010. Puisi “Hantu Kata”, yang kemudian menjadi judul buku, baru masuk pada saat-saat akhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar